Sabtu, 24 April 2010

Indonesia Negara Maritim Terbesar: Sebuah Keniscayaan Yang Harus Terjadi

Oleh: Hadi Wijaya”

Ekonomi kelautan Indonesia secara antropologis berakar pada kebudayaan masyarakat Indonesia yang sejak dahulu sebagai bangsa pelaut. Hal ini diperkuat dengan adanya Berbagai literatur dan hasil kajian antropologis yang membuktikan bahwa manusia Indonesia sudah menjelajahi perairan Nusantara sampai ke Madagaskar di Afrika pada abad ke-7, juga masa kolonialisme abad 17-19 sampai menjelang Indonesia merdeka. Pembangunan maritim Indonesia sebenarnya merupakan pengulangan sejarah dari kejayaan martim Nusantara yang terhenti akibat visi pembangunan yang terlampau berpihak pada pembangunan kontinental. Kejayaan maritim Nusantara terungkap dari peristiwa masa lalu. Diantara sekian banyak kejayaan maritim Nusantara yang terkait dengan dunia global, maka peristiwa yang berkaitan dengan perdaganagan dan transportasi laut tergolong spektakuler. Harga komoditi (khususnya rempah-rempah) yang demikian tinggi nilainya di pasaran dunia, telah merangsang saudagar manca Negara melakukan perdagangan melalui lautan di kerajaan Osmania Turki. Mereka memperketat hegemoni perdagangan rempah-rempah Indonesia di India dan Timur Tengah. Untuk masuk pasaran Eropa maka saudagar Turki menggunakan pelabuhan Venesia di Italia.
Harapan pemerintah dalam mewujudkan bangsa ini sebagai Negara martim terbesar pada tahun 2025 merupakan sebuah keniscayaan yang harus terjadi, harapan ini tentunya bukan merupakan suatu hal yang mustahil untuk terjadi, apabila melihat potensi yang dimiliki, mulai dari wilayah yang secara antropologis sudah diciptakn oleh tuhan yang memilik ribuan pulau, keniscayaan kondisi ini diperkuat dengan sejarah yang menununjukkan bahwa nenek moyang bangsa ini adalah seorang penguasa dan penakluk lautan, tentunya kondisi ini sangat relevan dengan harapan tersebut, Akan tetapi Visi besar tentang Indonesia sebagai negara maritim tidak akan berkembang secara konstruktif, produktif, dan inovatif apabila hanya berhenti pada satu generasi kepemimpinan. Apabila menilik faktaneka sejarah bahwa Tiga puluh dua tahun di bawah rezim otoriter Soeharto-Orde Baru (Orba) berbuah hancurnya nilai, peraturan, praktik, lembaga, dan kepemimpinan demokratis yang berkaitan langsung dengan visi negara maritim dan manusia maritim.
Banyak hal memang yang harus dilalui oleh bangsa ini untuk sekedar mendapatkan legalitas formal menjadi sebuah bangsa yang berlabel negara maritim. Secara antropologis dan historis memang tidak ada yang akan menyangkal bahwa indonesia memiliki potensi yang besar untuk menggapai tujuan pemerintah itu, akan tetapi apabila melihat potensi masyarakat/ sumber daya manusia {SDM} yang dimiliki, sungguh berbanding terbalik dengan potensi alam yang ada. Kondisi ini menjadikan potensi yang ada menjadi tidak potensial. Mengingat masyarakat juga merupakan komponen terpenting dalam sebuah bangsa, Maka peningkatan kualitas Sumber daya manusia merupaka sebuah PR besar yang harus segera terselesaikan. Di samping itu di dalam diri masyarakat harus terintgerasi nilai-nilai demokratis dan partisipatif, hal itu disadari muncul dalam kehidupan sosial budaya sebagai sebuah identitas manusia maritim yang memiliki sikap terbuka, egaliter, demokratis, dan mengakui realitas multikultural atau pluralisme yang memperkuat moral dan etika masyarakat. Tentu saja nilai-nilai demokratis manusia maritim ini juga berakar dalam agama, kepercayaan, dan budaya yang selama Orba dibekukan bahkan dimusuhi. Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Pemahaman positif dalam masyarakat bahwa Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar tentunya harus dipimpin dan dikomandoi oleh seorang yang memiliki sensitifitas terhadap semua potensi yang ada pada bangsa ini. Karena Visi Pemegang Tampuk kepemimpinan juga merupakan salah faktor penunjang dari tercapainya harapan itu.
Akhirnya, Untuk Masa depan visi Indonesia sebagai negara maritim dan manusia maritim bukan hanya tergantung pada semua gagasan dan kebijakan generasi kepemimpinan hari ini, tetapi juga pada kemampuan kita mempersiapkan generasi kepemimpinan berikutnya untuk melanjutkan dan mengembangkannya secara produktif dan inovatif.

“ Penulis adalah Pengurus Komisariat PMII IAIN Mataram
Periode 2009/2010

0 komentar:

Posting Komentar